Sejarah Masjid Biru Sankt Peterburg Masjid Sukarno oleh RBTH Indonesia

Selamat malam! Ada banyak yang meminta kami membahas soal sejarah Masjid Biru Sankt Peterburg atau yang juga dikenal sebagai Masjid Sukarno. Kali ini kami akan membahas kisahnya.

Pada 1956, Presiden RI Sukarno mengunjungi Uni Soviet untuk pertama kalinya. Ini merupakan kunjungan pertama Sukarno ke Uni Soviet sejak kedua negara resmi menjalin hubungan diplomatik pada 1950.

Kunjungan Sukarno ternyata berdampak sangat besar, termasuk bagi berdirinya salah satu masjid terbesar dan terindah di Rusia saat ini, Masjid Biru Sankt Peterburg.

Dalam kunjungannya ke Uni Soviet pada 1956, presiden pertama Indonesia tersebut menyempatkan diri mampir ke kota Leningrad (nama kota Sankt Peterburg kala itu). Kota ini sangat cantik, memiliki arsitektur yang memesona, dan terletak di delta Sungai Neva. Tak heran, kota ini pernah menjadi rebutan banyak negara.

Di kota ini pula berdiri istana-istana terkenal, seperti Istana Musim Panas Peterhof, Istana Musim Dingin Hermitage, serta Benteng Petropavlovskaya.Saat melintasi jembatan Troitskiy yang membelah Sungai Neva, pandangan Sukarno saat itu tertuju pada bangunan berbentuk masjid yang berada di kejauhan.
Bangunan itu memiliki kubah biru dengan gaya arsitektur Asia Tengah. Dua menara kembarnya yang menjulang tinggi berhadapan dengan beberapa gereja di sekitarnya
Saat itu, Sukarno mengalkulasi: jika bangunan itu sebuah masjid, pasti mampu menampung lebih dari tiga ribu jemaah muslim untuk beribadah. Sukarno pun mengajak rombongan mendatangi bangunan itu. “Sejumlah jadwal kunjungan Presiden Sukarno yang telah disusun ke Leningrad dibatalkan,” cerita Mufti Besar Sankt Peterburg Zhafar Ponchaev. 
Setelah tiba, ternyata bangunan tersebut memang secara fisik adalah sebuah masjid, tapi telah beralih fungsi menjadi sebuah gudang.  


 Di bawah pemerintahan komunis Uni Soviet, seluruh masjid dan gereja di seluruh negeri beralih fungsi menjadi gudang dan beragam kegunaan lain. Masjid Biru, salah satunya, dijadikan gudang sejak Perang Dunia II. Setelah kunjungannya ke masjid tersebut, Sukarno kemudian bertemu Nikita Khrushchev, sang pemimpin Soviet.

Saat Khrushchev bertanya bagaimana kesan Sukarno mengenai Leningrad, sang presiden malah membahas kondisi Masjid Biru yang baru ia kunjungi.  “Soekarno meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya. Sepuluh hari setelah kunjungan Presiden Sukarno, bangunan ini kembali menjadi masjid,” kata Mufti Ponchaev.



 Lantas, sejak kapan sebetulnya masjid ini berdiri? Masjid Biru mulai dibangun pada 1910 ketika umat Islam di Rusia saat itu hanya berjumlah sekitar delapan ribu orang. Sebagian besar para pekerja yang membangun masjid ini adalah mereka yang tengah membangun kapal di galangan Sungai Neva. Para pekerja muslim ini berasal dari kawasan selatan Soviet seperti Dagestan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Turkmenistan. Izin pembangunan masjid ini diberikan langsung oleh Tsar Nikolay II pada 3 Juli 1907 di Petergof.
Sang arsitek masjid, Nikolay Vasilyev, memadukan ornamen ketimuran dan mosaik biru toska pada kubah, gerbang masjid, menara, serta mihrab imam. Tak heran, masjid ini pun lebih dikenal dengan nama Masjid Biru.
 





Pembangunan masjid dilakukan setelah dibentuk komite khusus pada 1906 yang diketuai Ahun Ataulla Bayazitov. mir Bukhara Said Abdoul Ahad tercatat sebagai penyumbang terbesar pembangunan masjid ini. Said Abdul Ahad membiayai semua biaya pembangunan masjid.
Saat resmi dibuka pada 1913, Masjid Biru adalah masjid terbesar di Eropa. Masjid ini memiliki kubah biru setinggi 39 meter dan menara kembar setinggi 49 meter.


 Setelah ditutup dan dijadikan gudang pasca-Perang Dunia II (1942 – 1956), masjid ini dipugar secara besar-besaran pada 1980. Artinya, meski saat itu hubungan Indonesia dan Uni Soviet mengalami krisis, dan Uni Soviet tetap menganut Komunisme, pemerintah tetap merenovasi masjid ini. Itu berarti apa yang terjadi beberapa dekade sebelumnya antara kedua negara berdampak besar.

Sang penjaga masjid, Alimzhan mengatakan, Masjid Biru selalu menjadi objek kunjungan pemimpin-pemimpin negara Islam bila datang ke Sankt Peterburg. “Saya sendiri bertemu Gamal Abdul Nasser dari Mesir ketika beliau berkunjung ke sini,” katanya.

Presiden RI ke-6 juga pernah mengunjungi masjid ini. Dalam foto berikut, tampak Presiden SBY mendengarkan Mufti Besar Sankt Peterburg Zhafar Ponchaev saat berkunjung ke Masjid Sankt Peterburg, Rusia, 30 November 2006.

Tiga tahun sebelumnya (2003), Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri juga berkunjung ke masjid ini.

Kini, Masjid Biru masih berdiri tegak di Sankt Peterburg. Lingkungannya tak berubah, masih tepat di jantung kota, berseberangan dengan benteng Petropavlovskaya. Di depannya, terbentang Taman Gorkorvskaya yang luas dan dipenuhi pepohonan tua. Di dalam masjid terhampar karpet biru, dinding-dindingnya dihias dengan ornamen-ornamen khas Rusia dan tak lupa hiasan kaligrafi di setiap sudutnya.

 Masjid Biru telah menjadi saksi manisnya hubungan Indonesia dan Uni Soviet di era '50-an. Soviet yang berideologi komunis ternyata mau mendengarkan permintaan sahabatnya untuk membuka kembali masjid tersebut.



Rasa saling percaya membuat kedua negara dapat membina hubungan yang didasarkan pada ketulusan dan kejujuran. Itu membuktikan bahwa perbedaan ideologi kala itu tak menjadi penghalang untuk menjaga hubungan bilateral antara kedua negara, sambil terus saling menghormati satu sama lain.

Demikian sejarah Masjid Biru Sankt Peterburg dan kaitannya dengan Indonesia. Lain kali, kami akan membahas sejarah lain antara Indonesia dan Rusia. Anda pun boleh memberi saran, apa yang ingin Anda ketahui.

RBTH Indonesia Akun terverifikasi

@RBTHIndonesia

RBTH Indonesia adalah produk Russia Beyond the Headlines untuk Indonesia. Instagram: | LINE:

0 Komentar